Bahaya Gila Harta dan Kehormatan
Tauziyah dalam Media
KOMINFO, Pasaman --- Uztad AFZAL EDHY NST. SHI Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Pasaman Periode (2010 – 2015) menyampaikan Pidato Iftitahnya dihadapan sejumlah Angkatan Muda Muhammadiyah Kabupaten Pasaman yang sedang berkunjung ke Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) Kabupaten Pasaman untuk bersilaturrahim karena para Angkatan Muda Muhammadiyah Kabupaten Pasaman mengaku rindu akan pengkaderan yang selalu dibina Uztad Afzal selama mengajar di MTsM/MAM Sontang, Jum'at (26/04/2019).
"Harta dan kehormatan", adalah dua elemen godaan dunia yang saling berkaitan dan cukup menggiurkan hati, sehingga manusia terdorong untuk memilikinya. Pada prinsipnya setiap orang ingin dihormati oleh sesama manusia.
Namun, gila hormat itulah yang berbahaya dan tidak sepantasnya ada pada diri orang beriman, karena itu akan mendorong dirinya untuk mencari kehormatan itu sekalipun dengan cara yang batil.
Gila hormat akan menimbulkan kerakusan dalam hati manusia untuk mendapatkan kedudukan tinggi agar menjadi orang terpandang di tengah-tengah masyarakat.
Status sosial yang tinggi akan mempengaruhi pandangan publik terhadap dirinya. Ketika berkuasa orang akan sangat hormat padanya bahkan menyanjungnya.
Akhirnya kedudukan dijadikan alat untuk membuka pundi-pundi rupiah, tak peduli berapapun dana yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan kedudukan itu.
Ambisi duniawi yang begitu menggelora memang bisa membuat manusia lupa daratan, sehingga menghalalkan segala cara. Rasulullah bersabda:
Dari Ibnu Ka’ab bin Malik al-Anshari, dari ayahnya, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:“Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dilepas di tengah gerombolan kambing lebih merusak daripada rusaknya seseorang terhadap agamanya karena ambisinya untuk mendapatkan harta dan kehormatan.”(H.R. at-Tirmidzi no. 2482)
Permisalan dalam hadits ini cukup menjadi peringatan keras bagi kita akan bahayanya ambisi yang berlebihan terhadap harta dan kehormatan dunia.
Ini lah yang memicu manusia untuk menghalalkan segala cara demi mencapai ambisinya itu. Aturan agama pun dilanggar, sampai membuat dirinya lupa akan besarnya tanggung jawab kepemimpinan yang harus dipikulnya.
Kerakusan terhadap kekuasaan duniawi justru akan menjadi penyesalan di hari kiamat, karena beratnya beban yang harus dipertanggungjawabkan di pengadilan yang sesungguhnya.
Ketika di dunia berlomba-lomba untuk mendapat kedudukan, bahkan terkadang dengan menjatuhkan orang lain, agar dirinya bisa mendapatkan pangkat tinggi.
Tapi di hari pembalasan nanti keadaan akan terbalik seratus depalan puluh derajat. Kedudukan yang sangat dibanggakan itu justru menjadi hal yang amat disesali, apalagi kekuasaan yang diperoleh dengan melanggar aturan-aturan yang berlaku dalam syari’at agama. Rasulullah bersabda:
Dari Abu Hurairah, Dari nabi Saw. beliau bersabda: “sesungguhnya kalian akan begitu tamak pada kekuasaan, dan kelak engkau akan menyesal di hari kiamat.” (H.R. al-Bukhari no. 7148)
Amanah jabatan bukanlah hal yang sepele, karena ini menyangkut dengan kepentingan umum. Para pejabat harus memperhatikan kondisi rakyat yang berada di bawah kendalinya, apalagi dirinya digaji dan diberi fasilitas penunjang jabatan lainnya yang berasal dari uang rakyat.
Bukankah saat prosesi pelantikan, para pejabat disumpah dengan menggunakan kitab suci al-Qur’an? Maka sudah seharusnya konsisten dengan ikrar sumpah itu dengan tidak menyalahkan wewenang jabatan yang diembannya.
Rasulullah pernah mengingatkan Abdurrahman bin Samurah untuk tidak meminta-minta jabatan, sebagaimana tersebut dalam hadits berikut:
Dari Abdurrahman bin Samurah ia berkata : Rasulullah bersabda kepadaku: “Janganlah meminta jabatan, karena jika engkau diberi tanpa memintanya niscaya engkau akan ditolong oleh (Allah). Namun jika diberikan kepadamu karena permintaanmu maka akan dibebankan kepadamu” (H.R. al-Bukhari no. 7146).
Realita saat ini justru terbalik, tidak sedikit orang yang berbondong-bondong untuk meraih jabatan, tanpa memikirkan mampu atau tidaknya dirinya menangani tata kelola pemerintahan.
Baginya, yang terpenting adalah menduduki kursi kekuasaan dengan segala fasilitas yang akan diterima. Ketika suatu sistem pemerintahan dikendalikan oleh mereka yang tidak memiliki kecakapan untuk itu maka tunggulah kehancuran dan kekacauan. Mudah-mudahan hal yang demikian tidak menimpa negeri yang kita cintai ini. Aamiiin. (TIM)*